Published On: 15 July 2017

Paris Agreement telah resmi diratifikasi oleh Indonesia dengan disahkannya UU No. 16/2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim. Berbagai upaya penanganan perubahan iklim yang penting dari Indonesia akan menjadi bagian komitment global. Di sisi lain Indonesia yang luas, dengan bentangan laut, pulau-pulau kecil dan hutan tropisnya dapat memainkan peran yang sangat strategis, baik dalam upaya menangani perubahan iklim maupun berkontribusi sebagai penyebab (emitter). Nationally Determined Contribution (NDC) yang mentarget pemangkasan emisi hingga 29 % (BAU) pada tahun 2030 dengan upaya sendiri dan dapat ditingkatkan menjadi 41% dengan bantuan internasional, adalah dokumen rencana aksi yang harus diimplementasikan baik pada sekala nasional maupun sub-nasional.

Paris Agreement mengamanatkan bahwa semua negara harus bertindak untuk menahan laju deforestasi, degradasi lahan dan memperbaiki tata kelola lahan dimana hal ini termasuk proses yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan perhitungan emisi karbon pada sektor lahan. Indonesia perlu berada pada jalur di mana tercapai puncak emisi karbon (carbon peak) dari pembangunan konvensional pada tahun 2020, dan berupaya setelahnya menurunkan emisi karbon secara drastis. Paris Agreement juga menghendaki pada tahun 2018 semua negara bisa melaporkan pencapaiannya terhadap tujuan yang disepakati di akhir COP 21 meliputi pengurangan emisi, adaptasi dan pendanaan.

Sumatera adalah salah satu region yang sangat potensial untuk menjadi ujung tombak pengendalian perubahan iklim di Indonesia. Deforestasi dan degradasi hutan masih berlangsung di beberapa provinsi yang dulu dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas. Namun kini, ancaman kebakaran, konversi lahan untuk keperluan kehutanan, perkebunan, perumahan dan infrastruktur lainnya kian meningkat. Strategi penanganan perubahan iklim perlu dirancang untuk dapat menjawab berbagai persoalan-persoalan itu.

Penelitian dan pengajaran terkait penanganan perubahan iklim adalah bagian material input yang sangat penting dalam merumuskan kebijakan di regional Sumatera. Berbagai bidang penelitian dan pengajaran telah dipraktekan untuk memenuhi harapan NDC tersebut di atas telah dilaksanakan antara lain oleh berbagai perguruan tinggi, lembaga riset dan NGO. Untuk memecahkan permasalah yang sama, tampaknya para pihak tersbut perlu duduk bersama untuk berbagi pengetahuan/keterampilan, berdiskusi dan merumuskan strategi dan rencana aksi yang komprehensif, realistis dan mampu ditindaklanjuti bersama.

Sehubungan dengan hal tersebut, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK bekerja sama dengan Jejaring Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia atau APIK Indonesia Network, sebagai jejaring nasional yang fokus terhadap aktivitas penelitian, pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat terkait perubahan iklim dan kehutanan yang beranggotakan perwakilan lembaga pergurutan tinggi, lembaga penelitian, lembaga diklat, lembaga pemerintah dan LSM, akan mengadakan sebuah semiloka/workshop region Sumatera yang akan dilaksanakan di Padang (Universitas Andalas) dalam rangka Peningkatan Kapasitas Ahli Perubahan Iklim Regional Sumatera dengan tema “Membangun Tata Kelola Perubahan Iklim Berkelanjutan di Indonesia Pasca Paris Agreement”.

Share this information!

Leave A Comment