Published On: 25 February 2025
Mahawan Karuniasa

Mahawan Karuniasa

PERUBAHAN iklim menjadi tantangan global dan berdampak bagi umat manusia. Laporan dari berbagai lembaga dunia di antaranya World Meteorological Organization (WMO), Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) perubahan iklim akan terus terjadi dalam beberapa dekade mendatang apabila tidak dilakukan aksi mitigasi.

Dampak negatif dari perubahan iklim ini perlu direspon oleh global dengan melakukan aksi mitigasi dan adaptasi. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah ikut pula merasakan dampak negatifnya? Jawabannya tentu ikut merasakan. Banyak elemen yang menandai pengaruh dampak itu.

Pengamat lingkungan dan perubahan iklim dari Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa mengatakan, anomali iklim dan perubahan iklim di berbagai negara seluruh dunia dampaknya pengaruhi planet Bumi. Indonesia pun perlu perhatikan dampaknya.

Dampak yang bisa Indonesia rasakan adalah perubahan di ekosistem daratan, lautan termasuk kehidupan satwa dan tumbuhan. Panas yang terus meningkat membuat hewan-hewan yang hidup di dataran rendah terpengaruh karena menghangatnya suhu. Mereka harus naik ke lereng gunung untuk mencari tempat yang lebih tinggi untuk menemukan suhu yang lebih nyaman baginya karena perubahan habitat satwa tersebut.

“Demikian juga di laut kita dan seluruh dunia meningkat karbondioksida di laut sehingga keasaman meningkat. Banyak dampaknya terumbu karang yang memutih dan juga beberapa satwa yang juga akan sangat terpengaruh, cangkang makin lunak,” kata Mahawan.

Data observasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sejak tahun 1981 sampai dengan 2018 menyebutkan Indonesia mengalami tren kenaikan suhu sekitar 0,03 derajat celcius setiap tahunnya. Data Bappenas pada tahun 2021 juga menyatakan Indonesia mengalami kenaikan permukaan air laut 0,8 sampai dengan 1,2 cm per tahun, sementara sekitar 65 persen penduduk tinggal di wilayah pesisir. Dampak perubahan iklim nyata terasa bagi Indonesia, meski masih banyak masyarakat yang belum menyadarinya.

Padahal lanjut Mahawan yang juga anggota Paris Committee on Capacity Building (PCCB), komite yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim di dunia, air dan pangan kita sudah menghadapi dampak perubahan iklim. Cuaca ekstrem dengan banyaknya air bisa menyebabkan banjir, dan saat sedikit air bisa menyebabkan kekeringan ekstrem. Petani pun semakin kesulitan untuk menentukan waktu tanam karena musim yang sulit diprediksi.

“Tidak mudah untuk petani menentukan kapan menanam. Kalau mau panen terendam banjir atau kekeringan lama sehingga gagal panen,” ucapnya.

Tak manusia sadari, perubahan iklim juga berdampak pada kemunculan berbagai penyakit karena perubahan ekosistem. Pengaruh perubahan iklim akhir-akhir ini tentunya berpengaruh pada kesehatan. Pemanasan global terjadi cepat dan mengakibatkan perubahan iklim, yang berdampak pada kesehatan manusia.

Kementerian Kesehatan dalam laman resminya menyebut, berbagai dampak yang ditimbulkan yaitu peningkatan kejadian penyakit yang ditularkan melalui vektor (vector-borne diseases), melalui air (water-borne diseases), maupun melalui makanan (foodborne diseases).

Perubahan yang terjadi di lingkungan sudah pasti akan memengaruhi kesehatan manusia. Infeksi penyakit dapat terjadi jika terdapat ketidakseimbangan hubungan antara lingkungan, agen penyakit dan pejamu. Perubahan iklim dapat memicu perkembangbiakan penyakit tular vektor karena berkaitan dengan suhu, kelembaban udara dan curah hujan.

Vektor adalah hewan avertebrata yang menularkan agen penyakit dari satu pejamu ke pejamu lain yang rentan. Salah satu contoh vektor biologi adalah nyamuk. Perubahan iklim berpengaruh terhadap siklus hidup nyamuk dan intensitas hisapan nyamuk.

Hal ini karena nyamuk termasuk dalam ectothermic, yaitu suhu tubuh tergantung dengan suhu lingkungan (temperatur ambien). Peningkatan suhu akan mempercepat proses perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa. Perubahan iklim juga akan mempercepat nyamuk betina dewasa untuk mencerna darah yang dihisap, sehingga intensitas penghisapan akan semakin tinggi. Hal ini berakibat ke peningkatan frekuensi penularan penyakit.

Jenis-jenis nyamuk yang dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim adalah Anopheles gambiae, A. funestus, A. darlingi, Culex quinquefasciatus, dan Aedes aegypti. Culex sp merupakan salah satu vektor penular filariasis dan termasuk nyamuk yang bersifat antropofilik (gemar menghisap darah manusia). Aktivitas menghisap dilakukan pada malam hari dan di luar rumah.

Di samping itu, perubahan iklim yang memicu bencana seperti banjir dan kekeringan juga memunculkan serangkaian penyakit seperti diare, kolera, pes, malaria hingga kanker kulit.

Selain penyakit yang menyerang fisik manusia, perubahan iklim juga memicu persoalan mental. Hal ini tak bisa dianggap remeh. Mahawan menilai, cuaca panas dan mengarah ke ekstrem memengaruhi mental manusia.

“Banjir karena cuaca ekstrem mengganggu infrastruktur ekonomi, yang bisa juga memengaruhi mental dan kesehatan masyarakat. Manusia terpaksa migrasi karena mengalami gagal panen.

Waktu melaut nelayan juga terganggu karena cuaca ekstrem dan gelombang tinggi,” jelasnya.

Dampak di Indonesia

Berkaca pada catatan WMO, Indonesia juga merasakan dampak dari anomali iklim seperti cuaca ekstrem, kenaikan suhu, temperatur udara suhu bisa mencapai di atas 37 hingga 40 derajat Celsius di siang hari.

Terjadinya hujan ekstrem, banjir bandang, kekeringan ekstrem dan angin ekstrem adalah indikator bencana hidrometeorologis baik angin puting beliung, banjir, tanah longsor juga kekeringan, termasuk panas meskipun Indonesia tidak masuk catatan gelombang panas, tetapi temperature panas sudah jadi indikator yang nyata dari dampak perubahan iklim di Indonesia.

Lantas bagaimana langkah-langkah Indonesia untuk menghadapinya? Mahawan berpendapat secara nasional adaptasi dan mitigasi relatif matang, Indonesia sudah punya dokumen net zero emission di tahun 2060 atau lebih cepat.

“Kita sudah susun Nationally Determined Contribution (NDC) sampai 2030 dan kita sedang susun second NDC untuk diserahkan di tahun 2025 dengan jangka waktu sampai dengan tahun 2035. Itu yang disampaikan KLHK selaku nasional vocal point, sekarang perubahan iklim masuk LH,” kata Mahawan.

Bappenas juga sudah susun rencana atau perencanaan pembangunan rendah karbon. Secara nasional dokumen Indonesia dibanding negara-negara lain sudah relatif baik. Hanya saja di sub nasional dan sektoral masih kurang, NDC Indonesia ada lima sektor yakni energi, industri, sampah, pertanian dan kehutanan.

Tapi secara umum di sektor-sektor ini perlu banyak didorong apalagi bukan sektor utama seperti energi dan kehutanan. Seperti industri, pertanian lebih lemah dibanding yang lain, sehingga ia mengatakan kematangan di level nasional relatif dapat ditingkatkan kematangannya karena aspek aspek sektoral. Kemudian di sub nasional masih belum matang.

“Rencana NDC kita diturunkan ke sub nasional di level provinsi. Sehingga secara keseluruhan ya bisa dikatakan kita belum matang. Dan ini terjadi juga di negara-negara lain,” imbuhnya.

Yang sekarang perlu berhati-hati berkaitan dengan target-target seperti presiden pernah mengatakan net zero emission bisa di 2050. Hitungan kita di 2060, impilikasinya banyak seperti biaya, ekonomi, teknologi yang dibutuhkan kapasitas yang perlu disiapkan.

Aspek ekonomi kalau dalam penghitungan Bappenas itu Indonesia Emas 2045 pertumbuhan ekonomi 8 persen dapat terjadi di tahun 2039, presiden di 2029, apakah itu tidak mengganggu target target pencapaian pengurangan emisi di Indonesia.

Padahal keduanya bisa berjalan bersamaan sehingga perlu sabar dan hati-hati. Di kabinet sekarang yang masih tertinggal dan belum matang yakni di sektoralnya. Perlu percepatan di pertanian bagaimana, di industri juga bagaimana. Termasuk di sektor yang sudah lebih maju di energi dan kehutanan harus terus dikawal mencapai target mitigasi dan adaptasinya. Kemudian di level regional, apa yang bisa dilakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam aspek mitigasi.

Mitigasi sumber emisi kita sedang beralih dari lahan ke energi. Di perkiraan tahun 2030, hampir 58 persen sumber emisi kita dari sektor energi. Oleh karena itu kekhasan Indonesia di aspek energi ini bisa didorong penggunaan panas bumi, hidro power pengadaan listrik dengan air, bendungan, nuklir, angin, dan surya sebagai negara tropis.

Mitigasi lahan saat bersamaan terjadi defortasi, hutan banyak yang bisa direstorasi seperti juga mangrove dan gambut. Mitigasi ini di energi dan kehutanan.

Terkait adaptasi, dengan karakteristik Indonesia dari Aceh sampai Papua yang berbeda maka ketahanan pangan perlu dibangun dengan mendorong kekhasan ekosistem lokal karena disitulah ketahanan bisa dicapai. Tidak bergantung, risiko bencana hidrometeorologis bisa dikurangi dengan berorientasi kepada sumber-sumber pangan dari ekosistem terdekat atau dari ekosistem masyarakat sekitar. Di situlah sumber dari resiliensi.

Kekhasan kita Indonesia dengan kepulauaannya besar dan kecil itu dengan hujan yang ada itu perlu dan punya karakteristik memanfaatkan bendungan. Banyak sungai dan gunung sehingga topografi kita memungkinkan untuk memperkuat ketahanan di aspek air.

Perubahan Iklim dan Masa Depan

Cuaca ekstem baik basah dan kering berdampak ke persoalan pangan termasuk kesehatan. Terkait pangan, hujan ekstrem banjir harus perhatikan bagaimana nantinya ini tidak terjadi kegagalan panen, transportasi barang atau bahan pangan tidak ganggu ketahanan pangan.

Termasuk ketika kekeringan, tanaman gagal panen bisa terjadi karena cuaca kering ataupun basah. Teknologi juga penting untuk jaga ketahanan pangan, bagaimana teknologi dapat dikembangkan untuk jenis tanaman pangan yang mampu bertahan dengan kondisi ekstrem basah kering dan temperature yang tinggi, harus banyak penelitian ke arah sana.

Terkait kesehatan, dengan perubahan iklim, penyakit menular akan cenderung meningkat dan masyarakat perlu berhati-hati dengan hal ini. Termasuk juga kesehatan mental, karena peningkatan bencana dan ekonomi terganggu, selain kesehatan fisik terganggu, kesehatan mental juga terganggu. Orang harus mengungsi karena banjir, kekeringan atau migrasi ke tempat lain, memulai kehidupan baru itu menjadi tekanan mental. Perubahan iklim akan berpengaruh ke kesehatan manusia baik jiwa maupun fisik.

Pemerintah sekarang perlu berhati-hati dalam berkomunikasi isu perubahan iklim baik nasional maupun internasional. Misalkan Indonesia menargetkan net zero emission tahun 2050 atau lebih cepat, kita perlu berhati-hati. Harus melihat upaya perubahan iklim ini perubahan global seperti orchestra harus bersamaan dan kita sudah menyatakan 2060 atau lebih cepat.

“Kalau pun kita ingin lebih cepat ya kita harus melihat bagaimana negara maju bisa lebih cepat dari 2050. Bagaimana agenda menyejahterakan masyarakat dengan mencapai itu dengan lebih cepat,” ucapnya.

Termasuk terkait pangan akan gunakan 20 juta hektare hutan untuk pangan harus, Mahawan mengingatkan perlu hati-hati. Di sisi lain perlu upaya restorasi, sebab deforestasi yang masih terjadi lebih dari 100.000 hektare sehingga dapat dikendalikan.

Tapi di sini Indonesia punya agenda ketahanan pangan. Pola komunikasi harus hati-hati dan dihitung betul kemudian tidak perlu emosional dengan agenda-agenda terkait. Hitung dulu bukan sekadar soal target, satu sama lain saling berkaitan. Saat ingin meningkatkan target ekonomi maka akan berpengaruh pada target-target lingkungan, tidak hanya urusan emisi tetapi juga kualitas lingkungan hidup.

Sebaliknya keinginan percepatan pengurangan emisi akan berimplikasi ke ekonomi. Hitung dulu sebelum menyatakan opini atau target-target agenda agenda politik. Apalagi politik global sekarang sangat rentan khususnya di urusan politik lingkungan global karena berimplikasi politik ekonomi global.

Pemerintah sekarang juga perlu fokus di sektor pertanian, kehutanan, sampah, industri harus diselesaikan dengan baik dan subsektor energi (pembangkit listrik, transportasi dan penggunaan energi di Industri, termasuk juga penggunaan energi di gedung perlu implementasi konkret.

Meskipun kondisi bumi memprihatinkan, masih ada harapan untuk mengatasi masalah lingkungan ini dengan kesadaran dan tindakan yang tepat. Itulah pentingnya melindungi Bumi dan mewariskannya ke negara mendatang dalam kondisi yang baik.

Salah satunya dengan cara menanam pohon. Menanam pohon adalah langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk peduli pada Bumi dan mengatasi perubahan iklim serta pemanasan global. Pohon-pohon ini akan menyerap karbon dioksida dari udara, membantu memperlambat pemanasan global.

Dengan menanam pohon, kita dapat membantu mengurangi dampak negatif ini dan melindungi lingkungan. Dari sekian banyak upaya di NDC, masyarakat hingga di tingkat akar rumput bisa menyelamatkan Bumi dengan cara sederhana yakni menanam pohon.

Menurut Mahawan, dalam konteks pengendalian perubahan iklim, tentu saja tidak terbatas pada aspek mitigasinya saja, tetapi juga harus memperkuat aspek adaptasinya. Implementasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus didukung dengan perundang-undangan. Kebijakan pemerintah sangat penting dan harus meliputi tiga aspek, pendanaan, teknologi, dan kapasitas.

 

DOWNLOAD

Ekonomi Hijau - Edisi Khusus

File Type: PDF
DOWNLOAD

Share this information!

Leave a Reply