REALITAONLINE.COM, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Food and Agricultural Organization (FAO) tengah menyusun publikasi pertama dokumen Status Hutan Indonesia atau State of Indonesian Forest (SOFO). Selasa (15/5/2018) KLHK bersama perwakilan FAO menggelar lokakarya untuk menyelesaikan isi dokumen tersebut.
Dokumen tersebut menyoroti upaya-upaya Pemerintah Indonesia melalui berbagai instrumen kebijakan dan praktik kehutanan mendorong tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia.
Menteri LHK, Siti Nurbaya yang hadir secara khusus untuk memberikan arahan dan koreksi atas penyusunan dokumen tersebut mengatakan bahwa dokumen tersebut sangat penting. Karena dokumen tersebut nantinya akan menjadi pedoman dasar untuk pengelolaan hutan Indonesia secara berkelanjutan di masa depan. “ini adalah masa depan Indonesia, masa depan hutan kita.” Tutur Menteri Siti.
Menteri Siti lebih lanjut memberikan alasannya kenapa dokumen ini sangat penting. Dokumen ini dapat digunakan untuk merumuskan persepsi terhadap suatu permasalahan agar tidak terjadi kegagalan persepsi sehingga masalah sulit terpecahkan. Melalui dokumen ini juga, semua perkembangan terbaru pekerjaan di bidang kehutanan tercatat.
Melalui dokumen ini, perbedaan Forest Status dan Forest Cover diselesaikan. Di luar negeri hal ini menjadi persoalan, dan Indonesia harus dapat menjelaskan agar mereka mempunyai persepsi yang pas.
Kemudian, transparansi proses pengambilan keputusan pada suatu kebijakan harus diketahui orang lain. Menurut Menteri Siti, transparansi tidak hanya sekedar memberikan data kepada publik, tapi lebih daripada itu. Dengan adanya dokumen ini diharapkan dapat memberikan transparasi tersebut kepada masyarakat.
“Bagaimana kita menuju kepada suatu tujuan atau sasaran nasional itu orang lain harus tahu, negara lain harus tahu, warga negara lain yang ada di Indonesia juga harus tahu.”, ujar Menteri Siti.
Menteri Siti juga memandang dokumen ini sangat penting, mengingat saat ini dunia internasional sebenarnya mengharapkan Indonesia dapat menjadi pemimpin pada beberapa aspek.
“Pada berbagai pertemuan internasional, selalu coba dicari pemimpin atas pesoalan gambut, satwa liar, pollution free planet, dan sebagainya. Indonesia sering dilirik pada aspek tersebut.”, tambahnya.
Dokumen Status Hutan Indonesia, memuat beberapa aspek penting dalam pengelolaan hutan Indonesia. Pada Bab 1 dan Bab 2 menjelaskan mengenai status terkini kawasan hutan di Indonesia, termasuk ekosistem gambut, hutan produksi dan kawasan konservasi.
Pada Bab 3, menjelaskan upaya untuk mengatasi laju deforestasi termasuk dengan mengurangi kebakaran hutan dan lahan dan melakukan pemulihan ekosistem gambut serta pengendalian perubahan iklim. Bab 4 secara khusus membahas mengenai peningkatan program perhutanan sosial di Indonesia dan pengembangan penelitian kehutanan Indonesia.
Bab 5 menceritakan tentang arah baru yang diambil dalam mengelola kawasan konservasi. Dan Bab 6 menyinggung tentang kontribusi sektor kehutanan kepada ekonomi nasional dan situasi saat ini terkait sektor swasta, termasuk sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan legalitas kayu.
Representasi FAO untuk Indonesia, Stephen Rudgard mengatakan, bahwa dokumen ini adalah dokumen politik dan sangat baik yang dibutuhkan untuk Indonesia dan juga dunia.
“Merupakan kehormatan bagi kami FAO bisa mendukung proses SOFO sejak Oktober 2017. Bagi FAO, Indonesian SOFO bukan hanya penting bagi Indonesia tetapi juga bagi dunia.“ ujar Stephen.
Dokumen Status Hutan Indonesia ini akan dicetak menjadi buku edisi bahasa Inggris. Draft pertama dokumen ini sedang ditinjau secara teknis, dan akan diperbaharui dengan revisi draft pada akhir bulan ini. Penulisan buku ini dikoordinir langsung oleh Dr. Effransjah, sebagai aktifis lingkungan yang juga sebagai Penasihat Senior Menteri LHK.
Buku Status Hutan Indonesia 2018 akan diluncurkan pada akhir Juni 2018 melalui soft launching, sebelum dipresentasikan oleh Menteri Lingkungan dan Kehutanan Siti Nurbaya pada Konferensi Internasional Komite Kehutanan FAO, di Roma, Italia bulan Juli 2018.(*)
Sumber: RealitaOnline