Seperti presiden sebelumnya, Prabowo Subianto juga berambisi swasembada pangan, bahkan dalam 4-5 tahun ini. Tapi sayangnya, ambisi ini juga dinilai tanpa rencana matang.
Saat pidato pertama sebagai Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto menargetkan Indonesia akan swasembada pangan dalam 4-5 tahun, bahkan menjadi lumbung pangan dunia. Prabowo, juga membentuk Kementerian Koordinator bidang pangan yang membawahi sejumlah kementerian dan badan.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, berpendapat bahwa Prabowo tidak belajar dari kegagalan proyek pangan skala besar yang sempat diusahakan di era Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Joko Widodo.
Proyek-proyek terdahulu itu dinilai tidak hanya gagal mencapai target kebutuhan pangan nasional, tapi juga merusak hutan, lahan gambut, hingga memperparah krisis iklim.
“Bagaimana akan terwujud jika pemerintah tak punya rencana yang matang, yang melibatkan petani dan masyarakat adat, dan tak merusak lingkungan?” kata Arie Rompas dalam keterangannya kepada DW Indonesia.
Rio, nama sapaan Arie Rompas, menilai skema food estate masih menjadi strategi utama Prabowo untuk mewujudkan swasembada pangan. Belakangan istilah food estate diganti menjadi food security oleh adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, sekaligus Ketua Delegasi Indonesia dalam KTT Iklim COP 29 di Baku, Azerbaijan.
Meski namanya beda, konsepnya sama. Rio menilai adanya mobilisasi sumber daya untuk membangun lumbung pangan dengan skala lahan yang luas, misalnya dalam proyek cetak sawah dan tebu seluas 2 juta hektare di Merauke, Papua Selatan, serta penempatan perusahaan atau korporasi besar sebagai pemain inti.
“Kalau pemerintah masih memakai pola proyek pangan skala besar dan monokultur semacam itu, yang lebih banyak melibatkan grup perusahaan besar, rasanya sulit kita berharap swasembada pangan bisa tercapai,” terangnya.
Sukses swasembada beras saat Orba, tapi…
Dilansir dari indonesia.go.id, Presiden Soeharto mengklaim telah mewujudkan cita-cita pangan, tepatnya pada tahun 1984. Dalam Buku Saku Statistik Indonesia keluaran tahun itu, jumlah penduduk Indonesia saat itu mencapai sekitar 161 juta, dengan luas areal sawah aktif mencapai 8,5 juta hektare.
Ahli lingkungan dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Mahawan Karuniasa mengatakan kalaupun target swasembada pangan Prabowo tercapai, impian itu tidak dapat disandingkan apple to apple dengan kesuksesan Era Orde Baru (Orba), karena permasalahan luas lahan dan jumlah penduduk.
“Swasembada masih kejar-kejaran antara luas sawah dan penduduk. Kalau sekarang, bahkan, jumlah sawah sudah beralih jadi permukiman,” ucap Mahawan Karuniasa lewat sambungan telepon.
Ia mengakui bahwa di zaman Presiden Soeharto, pertanian pangan memang berhasil mencapai produktivitas luar biasa. Namun, dia menekankan kekhawatirannya akan pupuk kimia yang saat itu banyak dipakai untuk mengejar target swasembada beras.
Penggunaan pupuk saat itu, uajr Mahawan, dalam jangka panjang dapat mengurangi kesuburan tanah. “Jangan sampai kita menggeber lagi dengan pupuk kimia, terus nanti pada titik tertentu kita terkoreksi lagi produktivitasnya,” tegas dia.
Diversifikasi pangan menjadi hal yang juga menurut Mahawan penting dalam proyek ini. Karena, orang Indonesia tidak hanya butuh beras, tapi juga kalori dan protein lain, yang bisa didapat dari sumber pangan lain.
“Jangan kita mengukur saudara-saudara kita di Papua dengan beras, itu yang sering keliru,” sebutnya.
Rio setuju dengan Mahawan. Kata dia, diversifikasi pangan dan optimasi lahan pangan juga perlu karena dapat memberikan manfaat ekonomi bagi petani dan masyarakat adat berdasarkan kemampuan budidaya pertanian, serta kearifan atau pengetahuan lokal, dan optimalisasi pangan lokal.
Syarat tercapainya swasembada pangan
Mahawan mengatakan, Prabowo dan jajarannya harus terlebih dahulu membenahi data pertanian di Indonesia. Ini mulai dari jumlah area lahan, data permintaan dan penawaran, hingga produktivitas pangan.
Data itu nantinya tidak hanya menyangkut swasembada pangan. Jika Prabowo ingin menargetkan lumbung pangan dunia, data pertanian harus dibenahi dan ditingkatkan supaya seimbang.
Kemudian, rencana swasembada pangan juga harus seimbang antara kemampuan sumber daya alam Indonesia dan jumlah penduduk. Pemerintah kemungkinan akan mengimpor beras jika terjadi ketidakseimbangan, “karena penduduknya kebanyakan.”
Kembali ke Rio, dia menilai kunci utama dari kedaulatan pangan adalah keterlibatan petani kecil dan masyarakat adat.
Hanya saja, berkaca dari beberapa kasus seperti di Papua Selatan dan Kalimantan Tengah, pemerintah tidak melibatkan masyarakat adat dan setempat dalam proyek food estate. Bahkan, hak-hak masyarakat adat justru terancam hingga timbul konflik.
“Jika ingin melibatkan petani dan meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan, pemerintah seharusnya menerapkan konsep kedaulatan pangan dan agroekologi,” papar Rio.
Luasan lahan pertanian di Indonesia menurun
Kepada DW Indonesia, Mahawan menggambarkan soal penurunan lahan pertanian Indonesia, berdasarkan data tahun 2019. Banyak konversi lahan pertanian ke permukiman yang terjadi di Pulau Jawa. Lahan pertanian wajib dijaga agar tidak beralih fungsi, ujarnya.
Selain itu, ia juga khawatir Indonesia tidak bisa dengan serta-merta mentransisikan sistem pertanian tradisional atau pertanian intensif menjadi industri pertanian.
Berdasarkan data BPS tahun 2023, setidaknya ada sekitar 17 juta petani gurem d dengan lahan pertanian di bawah setengah hektare. Swasembada pangan butuh transisi, menurut Mahawan, tapi harus memperhatikan kehidupan dan mata pencarian belasan juta petani ini.
“Jangan sampai kita dari pertanian tradisional menuju industri pertanian, itu bahaya juga. Jadi, mungkin mekanismenya maksimal industri pertanian berbasiskan masyarakat,” terangnya.
Apa peran Kemenko bidang Pangan?
Terkait kementerian koordinator baru yang dibentuk Prabowo, Rio pesimistis. Dia menilai nomenklatur baru ini hanya sebagai bentuk “bagi-bagi kekuasaan untuk menempatkan orang-orang terdekat dan pendukungnya” Prabowo.
Sedangkan Mahawan setuju dengan Kementerian Koordinasi (Kemenko) bidang Pangan. Dia menilai Kemenko ini hanya akan berkutat pada kerja-kerja delegasi dan pengaturan perkembangan kementerian teknis menuju kedaulatan pangan.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) RI No. 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih periode 2024-2029, Kemenko Pangan yang dikepalai Zulkifli Hasan mengkoordinasikan setidaknya enam kementerian.
Mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Badan Pangan Nasional, Badan Gizi Nasional, dan instansi lain yang dianggap perlu.
“Menurut saya, Kemenko Pangan ini sebenarnya nanti mungkin akan lebih banyak mendelegasikan atau mengontrol saja perkembangan kementerian teknis menuju ketahanan pangan ini,” papar dia.
Sumber: dw.com