Analis soroti ketidaksinkronan antara visi dan pelaksanaan; ketergantungan pada batu bara di tengah janji transisi ke energi terbarukan.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan investasi $600 miliar (Rp 9.535 triliun) untuk mengubah sumber daya alam menjadi produk bernilai tinggi, sebagai landasan visinya mencapai “Indonesia Emas 2045”, seratus tahun kemerdekaan Indonesia.
“Kami mengundang investor asing untuk datang dan berpartisipasi,” ujar Prabowo dalam pidatonya di KTT CEO Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Lima, Peru, pekan lalu.
Dia memaparkan rencana untuk mengembangkan 26 komoditas utama, mencakup energi terbarukan, perikanan, dan pertambangan, sebagai bagian dari strategi industrialisasi hilir Indonesia, atau hilirisasi.
Namun, pada saat Prabowo mencari dukungan internasional, para ahli menyuarakan kekhawatiran potensi dampak lingkungan dan sosial, konsistensi regulasi, serta tantangan dalam mempertahankan manfaat bagi penduduk lokal.
Bagi Indonesia, hilirisasi menjadi kata kunci untuk transformasi ekonomi. Dengan mengolah bahan mentah secara domestik, baik itu memurnikan nikel menjadi feronikel atau mengubah minyak kelapa sawit menjadi kosmetik, pemerintah berharap dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas dan memperkuat basis industrinya.
Konsep ini bukanlah hal yang baru.
Hilirisasi merupakan konsep yang digagas Presiden Joko “Jokowi” Widodo, di mana Indonesia melarang ekspor nikel mentah yang lebih mengutamakan pemurnian dan pengolahan komoditas tersebut.
Langkah tersebut dapat meningkatkan pendapatan ekspor nikel dari $800 juta pada 2015 menjadi lebih dari $4 miliar pada pertengahan 2023, menurut data pemerintah. Prabowo ingin menerapkan strategi ini di sektor lainnya.
“Jika untuk lima tahun, angka tersebut masuk akal,” ujar Wijayanto Samirin, ekonom di Universitas Paramadina di Jakarta, kepada BenarNews, merujuk pada target Prabowo.
Namun, dia mendesak pemerintahan Prabowo untuk menghindari kesalahan yang dilakukan pemerintahan sebelumnya, yang dinilai terlalu bergantung pada “insentif pajak berlebihan.”
“Terkait hilirisasi, belajar dari pengalaman pemerintahan Jokowi, penerapan ESG (environment, social, and good governance) harus lebih ketat dan didorong menuju industrialisasi.
Dia mengidentifikasi beberapa area reformasi yang perlu dilakukan, termasuk regulasi ketenagakerjaan dan lingkungan, infrastruktur, serta kerangka kelembagaan.
“Perlu juga dipastikan Pemerintah mendapatkan pemasukan yang fair. Kebiasaan obral insentif pajak perlu diakhiri,” kata Wijayanto.
Prabowo menawarkan proposalnya untuk memperbaiki iklim bisnis di Indonesia, termasuk menjanjikan reformasi hukum, insentif pajak yang menguntungkan, dan stabilitas ekonomi.
“Sektor swasta menginginkan kepastian hukum, iklim politik dan ekonomi yang stabil dan aman, serta insentif yang menarik,” ujar Prabowo pada KTT APEC baru-baru ini.
Prabowo menegaskan bahwa Indonesia sudah meliberalisasi beberapa undang-undang untuk membuka pintu masuk investasi. “Indonesia terbuka untuk bisnis,” tambahnya.
“Kita telah meliberalisasi undang-undang kita, kita membuka sektor kesehatan untuk perusahaan kesehatan asing, kita membuka sektor pendidikan kita, kita mengundang universitas asing untuk membuka kampus, kita mengundang rumah sakit asing untuk membuka cabang mereka di Indonesia,” kata Prabowo di KTT APEC.
“Saya berkomitmen untuk melindungi investasi, menciptakan lingkungan ekonomi yang berkembang, dan bekerja sama dengan organisasi ekonomi global untuk mendorong kemakmuran bersama.”
Kritik
Namun, ambisi Prabowo yang diwujudkan dengan ketergantungan Indonesia pada modal asing menuai kritik.
“Investor asing sering kali berhenti pada tahap produksi barang setengah jadi,” kata Tauhid Ahmad, seorang ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
“Untuk melangkah lebih jauh—menuju produk jadi—kita perlu partisipasi yang lebih kuat dari investor lokal.”
Salah satu contoh ketegangan ini terlihat di industri nikel Indonesia. Meski dorongan hilirisasi telah meningkatkan ekspor, fokus tetap pada produk setengah jadi seperti feronikel, yang membatasi manfaat ekonomi yang lebih luas.
Tauhid berpendapat bahwa sektor-sektor seperti pertanian dan perikanan, yang memiliki potensi lokal tinggi, harus mendapat prioritas dalam upaya hilirisasi ke depan.
Isu lingkungan
Analis juga menyoroti kekhawatiran dampak hilirisasi terhadap lingkungan. Meski pemerintah berjanji mengadopsi energi terbarukan, banyak dari upaya industrialisasi Indonesia masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Saya masih melihat ada ketidaksinkronan kebijakan yang dilakukan dengan apa yang direncanakan,” ujar Nailul Huda, seorang ekonom di Center for Economic and Law Studies (CELIOS).
“Mau bangun industri hijau, tapi PLTU tetap dikembangkan, artinya ada ketidaksinkronan rencana dengan implementasi.”
Nailul menambahkan jika dilaksanakan dengan energi bersih, hilirisasi bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 1,5 kali lipat. “Tetapi dengan model yang ada saat ini, justru memperburuk kerusakan lingkungan.”
Para aktivis lingkungan memperingatkan bahwa ekstraksi sumber daya alam yang berlebihan bisa menguras cadangan, menjadikan Indonesia sebagai importir bahan mentah di masa depan.
“Hilirisasi harus selaras dengan agenda Indonesia emas 2045, agenda biodiversitas 2030, NDC (Target Kontribusi Nasional) Indonesia 2030 dan 2035, serta net zero emission 2060,” kata Mahawan Karuniasa, dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.
Upaya Prabowo untuk menarik investasi asing telah memperlihatkan hasilnya. Dalam kunjungan terbarunya ke China dan Amerika Serikat, ia mengamankan komitmen investasi lebih dari $10 miliar untuk proyek energi terbarukan dan pertambangan.
China, investor asing terbesar kedua Indonesia, telah mengucurkan $34,19 miliar ke negara ini sejak 2019, sementara perusahaan-perusahaan Amerika tertarik pada energi geotermal dan teknologi penangkapan karbon.
Namun, para ahli lokal mengingatkan bahwa bergantung pada keahlian asing bisa membatasi kemampuan Indonesia untuk merebut manfaat jangka panjang. “Tanpa transfer teknologi dan sumber daya manusia yang terampil, manfaatnya akan mengalir keluar dari Indonesia,” kata Tauhid.
Taruhannya tinggi. Visi Prabowo untuk Indonesia Emas 2045 menargetkan pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8%, sebuah angka yang dianggap ambisius oleh para ekonom.
“Bahkan pertumbuhan 5,5% hingga 6% pun sudah patut diapresiasi jika itu berkelanjutan,” kata Wijayanto. “Yang terpenting adalah kualitas pertumbuhannya.”
Sumber: Benar News