Published On: 21 December 2021

Mahawan Karuniasa*)

Earth

Perhelatan akbar Muktamar Nahdlatul Ulama ke-34 akan diselenggarakan di Provinsi Lampung pada 22-23 Desember 2021. Selain tentunya membahas masalah keagamaan, Muktamar juga akan menghasilkan rekomendasi kepada para pemangku kepentingan khususnya terkait isu-isu tematik, aktual dan perundangan yang akan dihasilkan dari Sidang Komisi Bahtsul Masail ad Diniyah al Maudlu’iyyah, Sidang Komisi Bahtsul Masail ad Diniyah al Waqi’iyyah, dan Sidang Komisi Bahtsul Masail ad Diniyah al Qununiyyah. Menjadi lebih dari sekedar penting dari dimensi waktu, Muktamar NU akan dilaksanakan pada tahun 2021, awal dekade menentukan hubungan bumi dan manusia. Sains memperkirakan krisis multidimensi akan terjadi pada dekade depan, bahkan diperkirakan jumlah manusia akan berkurang. Perubahan drastis dan cepat perlu dilakukan oleh seluruh umat manusia, termasuk bangsa Indonesia, kecuali menyerahkan pada alam yang akan melakukannya dengan skema katastropi.

Ancaman Katastropi Global

Ada tiga pilar Bumi yang tidak boleh terganggu, yaitu energi matahari, keanekaragaman hayati, dan siklus kimia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menyampaikan pemanasan global terus meningkat dengan dampak yang telah nyata terjadi dan terus bertambah dan mengancam kehidupan manusia. Banjir ekstrim di Eropa Barat, China, dan berbagai belahan dunia lainnya, bahkan di Indonesia bencana hidrometeorologis meningkat hampir tiga puluh kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Melalui laporan Emissions Gap Report 2021 dengan sampul berwarna merah, United Nations Environment Programme (UNEP) menyampaikan gas rumah kaca khususnya konsentrasi karbon dioksida terus meningkat di atmosfer akibat penggunaan bahan bakar fosil. Para ahli memperkirakan, pada kisaran 5 tahun kedepan, suhu permukaan bumi dapat menembus 1,5 derajat Celsius, batas yang tidak boleh terlampaui. Artinya, semakin banyak ekosistem laut yang terganggu karena perubahan keasaman dan salinitas, meningkatnya banjir rob, curah hujan ekstrim dan kekeringan, terganggunya produktivitas petani dan nelayan, menurunnya ketahanan pangan, serta meningkatnya risiko banjir di perkotaan, dan sederet dampak lainnya.

Konvensi Keanekaragaman Hayati atau Convention of Biology Diversity (CBD) juga mencatat selain berakibat pada kondisi gas rumah kaca, aktivitas manusia yang hampir mencapai 8 miliar juga mengurangi produktivitas lahan lebih dari seperlima daratan dimuka Bumi. Serangga dan hewan penyerbuk juga terus menghilang punah khususnya dalam 50 tahun terakhir. Selain itu, berbagai jenis binatang seperti ikan, reptil, burung, mamalia, dan ampibi juga mengalami kepunahan yang meningkat khususnya sejak masa revolusi industri. Lebih dari tigaperempat jasa lingkungan pendukung kehidupan manusia yang diamati mengalami deplesi. Stok sumberdaya alam tidak terbarukan yang dapat diperoleh juga terus menipis untuk memenuhi kebutuhan. Banyak perbedaan mengenai berapa lama akan kehabisan, namun semua sepakat bahwa proses geologis pembentukan sumberdaya mineral yang banyak dibutuhkan jauh lebih lambat dari produksi dan penggunannya. Prediksi yang didasarkan analisis holistik dengan menggunakan data sejak tahun 1900, memperkirakan ketersediaan sumberdaya alam tidak terbarukan yang terus menipis akan berdampak pada krisis global pada dekade 2030-2040. Demikian juga pemakaian pupuk untuk mendorong produktivitas pertanian justru berdampak pada kerusakan ekosistem daratan dan perairan yang berujung pada terkoreksinya daya dukung ekosistem. Singkat cerita, sudah lebih dari cukup untuk terus menggali fakta bahwa tiga pilar Bumi terganggu, bahwa bumi dan kehidupan manusia, serta hubungan keduanya sedang tidak baik-baik saja.

Ada yang menyatakan kita berada dalam Sustainability Revolution, dimana terbangun kesadaran atau “keterpaksaan” untuk kembali harmonis dengan Bumi. Pada saat dihadapkan pada Sustainability Revolution para ahli atom memperingatkan berita palsu atau fake news menjadi ancaman yang disejajarkan dengan ancaman bencana perang nuklir dan dampak perubahan iklim. Social media yang hadir melalui Digital Revolution telah menghadirkan algoritma bencana baru, wabah informasi atau infodemic, yaitu informasi yang tidak benar, tersebar cepat, dan justru mempersulit upaya menyelesaikan masalah yang sebenarnya. Masyarakat global termasuk Indonesia dihadapkan pada potensi global katastropi. Sayangnya, risiko katastropi Bumi dan kehidupan manusia dihadapi saat Indonesia berencana menjadi negara maju saat 100 tahun merdeka, yaitu pada tahun 2045.

Menuju Masyarakat Lestari

Penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 270 juta, dan masih terus tumbuh. Bertambahnya jumlah populasi manusia di Indonesia yang disertai dengan meningkatnya kesejahteraan, berimplikasi pada konsumsi pangan dan air, berarti membutuhkan sawah lebih luas, tangkapan ikan lebih banyak, kebutuhan air bersih yang meningkat. Konsumsi energi yang melipatganda menuntut penyediaan bahan bakar dan listrik yang juga semakin banyak. Berbagai aktivitas, penggunaan barang dan produk juga akan meningkat, maka timbulan sampah akan semakin menggunung. Sampai sekarang belum ada kesepakatan berapa jumlah penduduk maksimal yang dapat tinggal di Indonesia dengan daya dukung sumberdaya yang dimilikinya. Jelas perlu segera disepakati persoalan populasi ini, karena jumlah penduduk yang dapat ditampung tidak tak terbatas. Sustainability Science mencatat tiga pilar solusi menuju masyarakat lestari atau environmentally sustainable society, yaitu etik, ekonomi, dan politik.

Suatu penelitian mencatat bahwa kebahagiaan secara umum ternyata tidak ramah lingkungan, semakin bahagia suatu bangsa, penduduknya meninggalkan jejak ekologis yang lebih besar, kerusakan lingkungan yang lebih luas. Pengetahuan, sikap, dan perilaku menjadi domain yang benar-benar terlewatkan, sehingga perilaku ramah lingkungan menjadi persoalan serius. Setidaknya hal menjawab mengapa dengan konsumsi plastik perkapita yang jauh lebih rendah dari negara tetangga, Indonesia menghadapi persoalan sampah plastik sedangkan negara dengan konsumsi plastik berlipatganda tidak mengalaminya. Kejanggalan lainnya, di Indonesia, indeks pembangunan manusia berbanding terbalik dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Untuk menjaga dan mengembalikan keharmonisan manusia dan Bumi membutuhkan transformasi etik. Transisi menuju ekonomi berkelanjutan dan green politic pun tidak mungkin dilepaskan dari pilar etik.

Dalam perspektif ekonomi, konsep globalisasi dalam sustainability revolution memungkinkan beralih ke deglobalisasi terlepas dari perdebatan keduanya, masing-masing negara harus urus sendiri kebutuhannya karena negara lain juga akan dihadapkan pada terbatasnya sumberdaya alam untuk kebutuhan dalam negerinya. Ada potensi pola negara subsisten pada batas tertentu, semua kebutuhan dipenuhi atas kapital alam yang terdiri sumberdaya alam dan jasa lingkungan serta sumberdaya manusia dan teknologi yang dimilikinya, apapun tingkat teknologinya. Tidak ada pilihan, sistem ekonomi perlu ditransformasikan menuju sistem ekonomi yang berkelanjutan, yang tidak membunuh dirinya sendiri. Ekonomi yang melampaui daya dukung seperti rumah makan yang menjual piring, meja dan kursinya untuk memperoleh peningkatan pendapatan sesaat, jangka pendek, namun justru kemudian mati. Sebagai komponen ekonomi berkelanjutan, dalam menghadapi dekade katastropi, juga tidak ada pilihan untuk mempercepat pengembangan sumberdaya manusia dan teknologi ramah lingkungan, dalam arti yang sebenarnya, percepatan yang lebih cepat dari masalah yang dihadapi. Pendekatan weak sustainability, internalisasi biaya eksternal, insentif dan disinsentif tidaklah cukup, pendekatan strong sustainability perlu diterapkan. Jadi bukan lagi pencemar bayar, namun pencemaran harus buyar.

Bumi untuk kepentingan semua, Indonesia untuk seluruh rakyat Indonesia, politik menawarkan win-win solution. Menanam pohon ruang terbuka untuk kepentingan politik jangka pendek, menjadi contoh politik salah arah yang merusak, karena memilih jenis tanaman cepat tumbuh agar cepat terlihat hasilnya, tanpa pedulikan rentan roboh karena dangkalnya akar dan rapuhnya batang. Konsep profitabilitas politik yang merusak lingkungan karena konsep perkawinan politik-ekonomi tidak akan mampu bertahan, dan tidak ada pilihan lain untuk melakukan transformasi politik. Selain itu, anak muda pemegang mayoritas saham politik Indonesia terus meningkat kesadaran lingkungannya. Sustainability perlu menjadi komoditas utama politik, baik dalam bentuk tuntutan konstituen maupun janji politik.

Peradaban Indonesia Baru

Hamburan modalitas dan ganjalan kehidupan kebangsaan rakyat Indonesia perlu diolah untuk, tidak ada pilihan lain, mampu menghadapi masa-masa berat hubungan Bumi dan manusia, mungkin terberat dalam sejarah umat manusia. Kehidupan bangsa membutuhkan arah baru, perubahan besar dan cepat, jika ingin Indonesia menjadi negara maju. Dalam sustainability revolution menghadapi dekade katastropi, tidak ada pilihan, untuk menjadi negara maju membutuhkan syarat baru, yaitu menjadi negara yang ramah lingkungan. Dalam digital revolution yang juga melahirkan infodemik, fake news, untuk menuju menjadi negara maju, juga membutuhkan modal kewarasan sosial. Infodemic begitu letal bagi bangsa, bahkan seorang dengan capaian akademik tertinggi, saat terserang langsung menolak sains yang menjadi penopang tempatnya berdiri, dan saat terjatuhpun, justru merasa terbang melambung.

Ketika dilihat lebih jauh, konsep negara maju dengan indikator pendapatan perkapita juga perlu menjadi refleksi Muktamar. Mungkin jika Bumi dapat berbicara, kata kunci negara maju bukanlah yang diinginkannya, mungkin juga bukan menuntut hal baru, namun sesuatu yang belum mampu diwujudkan dalam kehidupan berbangsa. Dari semua diatas, yang sekilas melintas adalah Ummatan Wasathan, yang boleh jadi didalamnya memuat konsep inti untuk membangun peradaban baru Indonesia, melampaui dari “sekedar” menjadi Indonesia maju dan lestari di 2045. Semoga ada di Muktamar NU tahun 2021.

 

*) Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Pendiri/Direktur Environment Institute, Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indoneisa

DOWNLOAD

NU Muktamar dan Peradaban Baru Indonesia Mahawan Karuniasa.pdf

File Type: PDF
DOWNLOAD

Share this information!

Leave A Comment