Indonesia merencanakan pada tahun 2045, pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sekitar 1,5% sampai 2% dari nilai Produk Domestik Bruto saat itu nantinya. Saya kira, menghadapi sumber energi tidak terbarukan yang terus menipis serta meningkatnya konsumsi energi fosil seperti batubara, minyak dan gas bumi, Indonesia perlu lebih ambisius mengembangkan energi terbarukan, sehingga target pengeluaran Litbang harus diperbesar, kata Mahawan Karuniasa, Direktur Environment Institutute yang juga pakar lingkungan Universitas Indonesia. Hal ini disampaikan pada diskusi Transisi Energi untuk Masa Depan yang digagas Millenial Iklim di Jakarta, Selasa 30 Juli 2019, yang dilaksanakan oleh Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia.
Seperti diketahui pada tahun 2013, pengeluaran litbang Indonesia hanya mencapai 0,1% dari PDB, padahal Malaysia sudah mencapai 1,1% dan China sebesar 2%. Artinya target litbang tahun 2045 masih setara dengan kondisi beberapa negara tetangga pada saat ini, jadi Indonesia masih jauh tertinggal, tambahnya.
Jika dikaitkan dengan isu perubahan iklim berdasarkan laporan United Nations Environment tahun 2018, sampai dengan tahun 2017, emisi gas rumah kaca global mencapai 53,5 Giga ton masih belum menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya. Padahal untuk menjaga rata-rata kenaikan suhu permukaan bumi kurang dari 2 derajad Celsius, harus menjaga emisi dibawah 40 Giga ton pada tahun 2030. Sedangkan menjaga rata-rata kenaikan suhu permukaan bumi kurang dari 1,5 derajad Celsius, harus menjaga emisi dibawah 24 Giga ton. Melihat perkembangan emisi global dan keterbatasan energi fosil, tentu saja menjadi penting dan mendesak untuk mendorong perkembangan energi baru terbarukan di Indonesia, dan sekali lagi segera tingkatkan pengeluaran riset, demikian tegas Mahawan.