Published On: 8 May 2018

APIK Indonesia Network. Indonesia telah dianggap memiliki perkembangan yang maju dalam pengendalian perubahan iklim dan berpeluang untuk mengajukan diri sebagai negara percontohan khususnya dalam pelaksanaan pengembangan kapasitas penanganan perubahan iklim. Hal ini terungkap dalam sidang ke 2 Paris Committee on Capacity-building (PCCB) tahun 2018 yang dilaksanakan pada tanggal 3-5 Mei di Bonn, Jerman. Oleh karena itu, Indonesia perlu segera mempersiapkan dan mengajukan diri menjadi negara percontohan untuk pengendalian perubahan iklim, khususnya dalam upaya peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi, ungkap Mahawan Karuniasa, dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia yang menjadi anggota Komite PCCB.

PCCB adalah badan pertama yang dibentuk oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) setelah Paris Agreement, dengan tugas utama menangani kesenjangan dan kebutuhan global untuk peningkatan kapasitas negara berkembang dalam melaksanakan agenda perubahan iklim. PCCB beranggotakan 12 orang, terdiri atas 10 anggota dari 5 kelompok negara PBB, 1 orang dari perwakilan negara tertinggal, dan 1 orang dari negara kepulauan kecil. UNFCCC juga memberikan mandat kepada negara maju untuk mendukung dan membantu negara berkembang dalam meningatkan kapasitasnya. Tanpa peningkatan kapasitas dipastikan agenda Paris Agreement tidak dapat tercapai pada tahun 2030, sehingga peningkatan kapasitas menjadi isu yang mendesak. Telah banyak diketahui bahwa upaya menjaga kenaikan rata-rata suhu permukaan Bumi agar tidak lebih dari 2 derajad Celcius tidak cukup hanya dengan mencapai target Paris Agreement, namun juga masih perlu adanya ambisi lebih dalam pengurangan emisi gas rumah kaca global.

Dalam pembahasannya, hal lain yang mengemuka yaitu peningkatan perhatian PCCB pada isu kerugian dan kerusakan akibat bencana perubahan iklim. Berbagai negara yang rentan terhadap bencana perubahan iklim seperti Bangladesh, Nepal, India, dan negara-negara Afrika, wilayah Pasifik, Amerika Selatan, dan di Karibia telah banyak mengalami bencana perubahan iklim yang menimbulkan berbagai kerugian dan korban jiwa. Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2016 bencana hidrometeorologis telah mencapai 2.342 kejadian yang sebagian besar adalah banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor, padahal tahun 2002 hanya 143 kejadian saja, yang berarti meningkat 16 kali lipat. Menyikapi hal ini, Mahawan Karuniasa juga menyatakan perlunya Indonesia merumuskan kebutuhan peningkatan kapasitasnya untuk mengurangi kerugian dan kerusakan bencana terkait perubahan iklim. Persiapan Indonesia menjadi negara percontohan perlu menyeluruh, dan selain itu juga perlu disikapi sebagai momentum untuk mengatasi berbagai tantangan penanganan perubahan iklim yang masih dihadapi.

Share this information!

Leave A Comment